BLOGGER TEMPLATES AND TWITTER BACKGROUNDS

Jumat, 27 Mei 2011

Menelusuri Jejak George Edward Moore

Filsafat analitik pada hakikatnya merupakan aktivitas para filsuf yang menekankan pentingnya analisa terhadap bahasa. Khususnya yang dipergunakan dalam filsafat atau dikenal sebagai bahasa kefilsafatan. Bahasa filsafat semakin membuat orang bingung seperti ungkapan yang dibuat oleh penganut Neo Hegelianisme menjadikan Salah satu filsuf analitik yang bernama G. E. Moore ingin mencoba untuk menganalisa hal tersebut. Kecurigaan Moore ini terhadap filsafat bahasa, didasarkan atas kenyataan bahwa kebanyakan orang, lebih-lebih masyarakat awam, tidak mengerti sama sekali tentang pernyataan-pernyataan filsafat yang selama ini dianggap mempunyai arti yang dalam.  
Dalam sudut pandang historis, kita sudah bisa meraba dari mana awal datangnya istilah-istilah filsafat yang membingungkan itu. Jika kita mengingat kaum sofis pada masa Sokrates, dengan cara berfilsafatnya yang terkenal dengan silat lidah, mereka tak segan-segan mempermalukan lawan diskusinya dengan jurus memutarbalikkan isi perbincangan sehingga lawan bicaranya menjadi bingung, dan cara berfilsafat seperti itulah yang kemudian digunakan Socrates untuk menyerang balik kaum sofis. 
Dalam perkembangan selanjutnya Aristoteles seorang filsuf dan juga ilmuwan, menyusun logika, dan inilah yang akan digunakan sebagai aturan-aturan berfikir yang dikaitkan dengan penggunaan bahasa dalam filsafat. Logika inilah yang akan digunakan sebagai tolak ukur untuk menilai absah (valid) atau tidaknya suatu pernyataan. Dan logika inilah yang senantiasa dikait-kaitkan dengan bahasa. Moore berpendapat bahwa para penganut Neo Hegelianisme telah melalaikan aturan berfikir yang menggunakan logika dalam bahasa filsafatnya.
Menurut Moore masalah ini disebabkan karena para filsuf selalu berusaha menjawab pertanyaan yang sebenarnya memang layak untuk dijawab. Sehingga awal mula kebingungan yang terjadi dalam bidang filsafat lebih banyak ditimbulkan oleh kekeliruan didalam merumuskan persoalan. Dan ia melihat kebanyakan karya filsafat itu sesungguhnya tidak lebih hanya semacam godaan untuk menjawab persoalan, yang kemudian menimbulkan persoalan-persoalan lain tanpa henti-hentinya.
Filsuf yang lahir pada tahun 1873 ini memberikan tawaran untuk berhenti mempersulit pemaknaan kata, semakin sulit kata itu dimengerti bukan malah menjadikan kata-kata itu lebih memiliki makna yang dalam, malahan yang terjadi kata-kata yang membingungkan ini akan mengaburkan arti yang sebenarnya. dengan memperbaiki logika dan mengutamakan penggunaan akal sehat atau common sense. ia berusaha untuk mengkritik kebiasaan tersebut karena filsafat itu bukan menjelaskan ataupun penafsiran tentang pengalaman kita, melainkan memberikan penjelasan terhadap suatu konsep yang siap untuk diketahui melalui analisa akal sehat. Dengan analisanya seperti itu maka George Edward Moore menyimpulkan para filsuf Neo Hegelianisme. Berusaha menjawab pertanyaan tanpa mengetahui secara tepat apakah pertanyaan itu memang layak untuk dijawab. Oleh sebab itu sangat menarik jika kita akan mendalami secara spesifik mengenai filsafat analitiknya Moore yang mengutamakan common sense tersebut.
Lahirnya filsafat bahasa ada kaitannya dengan aliran-aliran filsafat sebelumnya, terutama Rasionalisme, Empirisme Inggris dan Kritisime Immanuel Kant. Filsafat Analitik sebagai salah satu aliran filsafat yang lahir pada abad XX, memberikan reaksi terhadap aliran Idealisme alias Neo-Hegelianisme di Inggris yang semakin membuat bingung filsafat.
Aliran Idealisme ini muncul dan meluas di Inggris di mana ia lebih bercorak lebih spekulatif-metafisis. Hal ini dianggap ganjal karena berlainan dengan corak pemikiran Inggris yang lebih cenderung kepada empirisme yang cukup segan terhadap metafisis, apakah mungkin pada dasarnya mereka telah bosan dengan ideologi yang telah mereka anut.
Pada awal abad XX iklim pemikiran di Inggris mulai sadar akan kerancuan yang mereka anut. Sehingga mereka mulai mencurigai ungkapan-ungkapan yang di ajarkan oleh kaum Hegelian. Para ahli filsafat inggris mulai menyadari bahwa filsafat yang mereka ajarkan, bukan hanya sulit dipahami, tapi juga jauh dan menyimpang dari akal sehat. Karena itu, para ahli pikir inggris mulai berupaya melepaskan diri dari penjara kebingungan idealisme tersebut. Mereka menulis banyak kritikan dalam upaya mengembalikan pemikiran Inggris ke dalam pemikiran sehat dan berdasarkan akal sehat. Awalnya upaya ini dilakukan George Edward Moore selanjutnya disusul Bertand Russel dan Wittgenstein.
Moore menunjukkan titik kelemahan filsafat Idealisme kaum Hegelian tidak memiliki dasar logika sehingga tidak terfahami oleh akal sehat. Metode analisa bahasanya Moore ini sangat sederhana dia hanya menerapkan analisa bahasanya ini terhadap konsep-konsep etika yang dikenal dengan istilah “Metaethics” yaitu penyelidikan tentang arti yang terkandung dalam istilah yang terdat dalam bidang etika dan akhir-akhir ini konsep “Metaethics” ini beralih nama fungsi menjadi “Metalanguage” yang menjelaskan terhadap konsep atau bahasa yang dipergunakan dalam filsafat. sebagai contoh Moore menolak pandangan kaum Hegelianisme yang menyatakan bahwa ”dunia lahiriah itu ada, sebelum kita memiliki suatu pandangan filsafat yang memutuskan bahwa hal tersebut memang ada”. Bagi Moore ungkapan seperti itu sangat membingungkan, kita tahu dan sadar bahwa tanpa filsafatpun dunia lahiriah memang ada, dengan ungkapan yang berbelit-belit itulah yang akan menyebabkan pemaknaan semakin jauh dari common sense.
Sebagaimana dapat kita jumpai pada tulisan Moore dalam karyanya “the Refutation of Idealism” yang dimuat di majalah Mind, dia memberi kritikan sebagai berikut: “Filsafat kaum Hegelian tidak memiliki dasar logika sehingga tidak dapat diterima akal sehat (common sense)”. Sebagian besar filsafat Moore terdiri dari analisa-analisa. Moore mempraktekkan metode analisa dengan ketelitian yang mengagumkan sehingga menimbulkan penjelasan bahwa filsafat tidak lain adalah penjelasan.
Metode analisa filsafatnya Moore, masih dapat kita rasakan saat ini, kita selalu sulit untuk memahami buku-buku khususnya mengenai buku filsafat, dapat kita analisa apakah sebenarnya kata-kata didalam buku tersebut memang tidak menggunakan dasar logika atau terlalu memperindah kata-kata sehingga jauh dari makna yang dimaksudkan akhirnya membingungkan pembaca. Atau kita yang berintrospeksi pemahaman logika kita masih kurang. Menurut kami Moore ingin mengatakan bahwa pertanyaan yang tidak dapat dijawab, tidak usah dijawab karena jika kita memaksa untuk menjawabnya maka akan terjebak dalam jawaban itu sendiri yang akan membingungkan kita sendiri. Jadi tidak perlu menyebutkan suatu pernyataan tentang sesuatu dengan menggunakan bahasa yang terlalu berbelit-belit, bukan menjadikan pemaknaannya semakin dalam, bahkan dihawatirkan akan membingungkan pemahaman itu sendiri, dan bahkan menjadi rancu. Oleh sebab itu baiknya kita gunakan bahasa sehari-hari saja dalam pengungkapan sesuatu agar tidak jauh dari akal sehat.

0 komentar: